Fraksi Partai Golkar DPR RI Minta Pemerintah Jelaskan Lebih Rinci Pengelolaan Risiko Pembiayaan dari Utang

    Fraksi Partai Golkar DPR RI Minta Pemerintah Jelaskan Lebih Rinci Pengelolaan Risiko Pembiayaan dari Utang
    Juru Bicara F-PG DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi

    JAKARTA - Fraksi Partai Golkar DPR RI meminta pemerintah menjelaskan dengan lebih rinci terkait pengelolaan risiko pembiayaan utang dalam Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (P2 APBN) 2020. Disampaikan Juru Bicara F-PG DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi, realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2020 tercatat sebesar Rp1.832, 9 triliun, meningkat Rp336, 6 triliun dibanding 2019. Adapun realisasi pendapatan negara tahun 2020 sebesar Rp1.647, 7 triliun menurun dari realisasi 2019 sebesar Rp312, 8 triliun.

    “Tingginya realisasi mengakibatkan defisit anggaran dari Rp1.039, 2 triliun menjadi Rp947, 7 triliun dari target. Pembiayaan neto juga meningkat menjadi Rp1.193, 3 triliun atau 114, 8 persen dari target. Data ini menunjukkan kebijakan APBN 2020 bersifat ekspansif dan counter-cyclical meski penyerapan anggaran di bawah target. Karena itu, Fraksi Partai Golkar  meminta pemerintah menjelaskan dengan lebih rinci terkait pengelolaan risiko pembiayaan dari utang, ” katanya dalam Rapat Paripurna tentang penyampaian Pandangan F-PG atas RUU P2 APBN Tahun Anggaran 2020 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (19/8/2021).

    Meningkatnya pembiayaan Neto, lanjut Bobby, menghasilkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) 2020 yang cukup besar senilai Rp245, 6 triliun. Besaran SiLPA ini lebih tinggi dibanding pagu pembiayaan SAL 2020 senilai Rp70, 64 triliun. Jika ditilik enam tahun ke belakang, terjadi tren peningkatan SAL yang cukup signifikan baik secara nominal maupun persentasenya terhadap postur APBN.

    Pada 2014, secara nominal SAL awal tercatat Rp66, 6 triliun. “Dalam hal ini, Fraksi Partai Golkar berharap mendapat penjelasan lebih rinci terkait pengelolaan SAL dalam fungsinya sebagai bantalan fiskal dan alternatif sumber pembiayaan nonutang, ” ungkap Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

    Di sisi lain, legislator daerah pemilihan Sumatera Selatan II ini mengapresiasi peningkatan aset pemerintah pusat dari Rp10.467, 5 triliun per 31 Desember 2019 menjadi Rp11.098, 6 triliun per 31 Desember 2020. Dengan total kewajiban sebesar Rp6.625, 4 triliun, maka ekuitas pemerintah pusat per 31 Desember 2020 sebesar Rp4.473, 2 triliun, menurun dari Rp5.127, 3 triliun per 31 Desember 2019.

    Peningkatan aset sebesar Rp631, 1 triliun tersebut merupakan hasil dari implementasi kebijakan penempatan uang negara pada bank umum mitra sebagai bantuan likuiditas perbankan. “Fraksi Partai Golkar berpandangan, kebijakan bantuan likuiditas perbankan agar dilanjutkan namun disertai dengan kebijakan kemudahan penyaluran kredit dalam rangka mengakselerasi pemulihan ekonomi, ” katanya.

    Sementara, dalam catatan atas Laporan Keuangan LKPP 2020, dari sisi realisasi indikator ekonomi makro terdapat  sejumlah capaian di atas maupun dibawah target. Capaian positif yang melampaui target antara lain tingkat inflasi 1, 68 persen di bawah asumsi 3, 1 persen. Sedangkan catatan realisasi di bawah target antara lain pertumbuhan ekonomi minus 2, 07 persen,  rerata nilai tukar Rp14.577 per dolar AS sedikit melemah dari asumsi Rp14.400 per dolar AS, serta lifting minyak 707 ribu barel per hari di bawah asumsi 755 ribu barel per hari.

    “Fraksi Partai Golkar berharap mendapat penjelasan yang lebih komprehensif dari Pemerintah terkait capaian tersebut, ” jelas Bobby, seraya mengungkapkan Fraksi Partai Golkar menyetujui RUU tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020 untuk disahkan menjadi UU. (rnm/sf)

    DPR RI GOLKAR PARIPURNA
    Update

    Update

    Artikel Sebelumnya

    Fraksi PAN DPR RI Nilai Pertumbuhan Ekonomi...

    Artikel Berikutnya

    Kembali ke Jerman Setelah Kecewa Hidup di...

    Berita terkait