Hendri Kampai: Media Sosial, Alat Perjuangan Melawan Feodalisme Baru Bernama Dinasti Politik dan Oligarki

    Hendri Kampai: Media Sosial, Alat Perjuangan Melawan Feodalisme Baru Bernama Dinasti Politik dan Oligarki

    POLITIK - Feodalisme, dalam konteks sejarah, merujuk pada sistem kekuasaan yang ditopang oleh hierarki yang kaku, di mana segelintir elit memiliki kendali penuh atas sumber daya dan keputusan politik, sementara rakyat kebanyakan hanya menjadi alat legitimasi.

    Di era modern, feodalisme tampaknya tidak benar-benar lenyap. Ia bereinkarnasi dalam bentuk baru yang lebih halus tetapi tetap berbahaya: dinasti politik dan oligarki. Keduanya menggunakan cara-cara yang sama seperti penjajah di masa lalu—menindas, mengendalikan, dan memastikan bahwa kekuasaan hanya berputar di tangan segelintir orang.

    Namun, satu hal yang membedakan era ini dengan masa lalu adalah kehadiran media sosial sebagai alat perjuangan. Jika di masa lalu revolusi dan gerakan perlawanan bergantung pada senjata, pamflet, atau media cetak yang terbatas, kini perlawanan terhadap feodalisme baru dapat dilakukan dengan satu sentuhan di layar ponsel.

    Dinasti Politik dan Oligarki: Feodalisme yang Berkembang dengan Wajah Modern
    Di banyak negara, termasuk Indonesia, dinasti politik semakin mengakar. Kekuasaan tidak lagi ditentukan oleh meritokrasi atau kompetensi, melainkan oleh warisan politik. Anak, menantu, saudara, atau kerabat seorang pemimpin sering kali mendapatkan posisi penting, bukan karena prestasi, tetapi karena nama keluarga mereka. Fenomena ini menciptakan siklus kekuasaan tertutup yang sulit ditembus oleh rakyat biasa.

    Seiring dengan berkembangnya dinasti politik, oligarki pun tumbuh subur. Sejumlah kecil orang dengan kekayaan luar biasa mengendalikan ekonomi dan politik negara. Mereka bukan hanya pengusaha, tetapi juga raja tanpa mahkota yang menentukan arah kebijakan publik. Demokrasi menjadi ilusi ketika keputusan politik lebih banyak dipengaruhi oleh transaksi bisnis daripada oleh kepentingan rakyat.

    Kombinasi dinasti politik dan oligarki ini membentuk feodalisme modern. Seperti penjajah di masa lalu, mereka mengontrol sumber daya, membatasi akses rakyat terhadap kesejahteraan, dan menciptakan ketergantungan agar masyarakat tetap tunduk.

    Media Sosial: Senjata Digital Melawan Feodalisme Modern
    Di tengah kondisi yang tampaknya semakin tidak berpihak pada rakyat, media sosial hadir sebagai alat perjuangan baru. Platform seperti Twitter, Facebook, Instagram, Youtube, dan TikTok memungkinkan rakyat untuk menyuarakan ketidakadilan tanpa harus bergantung pada media arus utama yang sering kali berada di bawah kendali oligarki.

    1. Membuka Kesadaran Publik
    Jika dahulu informasi dikontrol ketat oleh segelintir orang, kini siapa pun bisa membagikan berita dan mengungkap fakta. Dinasti politik dan oligarki tidak lagi bisa menyembunyikan kebobrokan mereka dengan mudah. Setiap kebijakan yang merugikan rakyat dapat dengan cepat diviralkan, didiskusikan, dan dikritik secara luas.

    2. Mengorganisir Gerakan Sosial
    Media sosial telah terbukti menjadi alat ampuh dalam mengorganisir gerakan sosial. Dari Arab Spring hingga Reformasi Dikorupsi di Indonesia, protes besar-besaran tidak akan mungkin terjadi tanpa koordinasi melalui media sosial. Dengan satu tagar, jutaan orang dapat bersatu dan menekan penguasa yang zalim.

    3. Melawan Sensor dan Propaganda
    Dinasti politik dan oligarki sering kali menggunakan media arus utama untuk menyebarkan propaganda dan membentuk opini publik sesuai keinginan mereka. Namun, di era digital, rakyat memiliki kendali atas narasi. Informasi alternatif dan analisis kritis yang tidak bisa ditemukan di televisi atau surat kabar kini tersedia di berbagai kanal media sosial.

    4. Memberikan Ruang bagi Suara Alternatif
    Dalam sistem politik yang didominasi oleh keluarga dan kelompok elit, rakyat kecil sering kali tidak memiliki kesempatan untuk berbicara. Media sosial memungkinkan siapa saja untuk membangun audiens dan mendapatkan dukungan, bahkan melawan penguasa yang mapan. Figur-figur independen, akademisi, dan aktivis yang selama ini sulit mendapat panggung kini dapat memengaruhi opini publik secara luas.

    Perjuangan Digital yang Harus Dilanjutkan
    Meskipun media sosial telah memberikan rakyat alat untuk melawan feodalisme modern, perjuangan ini belum selesai. Dinasti politik dan oligarki juga tidak tinggal diam. Mereka mulai menggunakan media sosial untuk menyebarkan disinformasi, mengendalikan algoritma, dan bahkan memenjarakan mereka yang terlalu vokal.

    Oleh karena itu, rakyat harus semakin cerdas dalam menggunakan media sosial sebagai alat perjuangan. Literasi digital harus diperkuat, sumber informasi harus diverifikasi, dan gerakan sosial harus tetap solid.

    Jika dahulu para pejuang kemerdekaan harus menghadapi penjajahan fisik, kini generasi modern menghadapi penjajahan dalam bentuk kontrol politik dan ekonomi oleh segelintir elite. Bedanya, kali ini perlawanan dapat dilakukan dari mana saja, oleh siapa saja, dengan satu senjata yang lebih kuat dari peluru: kesadaran dan informasi yang tersebar luas.

    Media sosial bukan sekadar tempat hiburan, tetapi medan tempur digital untuk memperjuangkan demokrasi dan keadilan.

    Jakarta, 10 Februari 2025
    Hendri Kampai
    Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi

    hendri kampai media sosial oligarki dinasti politik feodalisme
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Fungsi dan Wewenang DPR RI

    Artikel Berikutnya

    Rapat Kerja Komisi V DPR RI dengan Pemerintah

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hendri Kampai: Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Harusnya Bisa Gratis
    Wamen Transmigrasi Ajak Pemuda Ikut Program Transmigrasi Patriot 
    Edward Idrus Meminta Perhatian Serius Pemerintah Terhadap Pelaku UMKM 
    Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra: Komisi II Tekankan Pentingnya Evaluasi DKPP untuk Tingkatkan Kinerja
    Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy: Efisiensi Anggaran Momentum Revolusi Kultural Birokrasi Iindonesia

    Ikuti Kami