MAKASSAR - Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Hendrawan Supratikno menyampaikan, berdasarkan hasil pemeriksaan pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang dilakukan setiap tahun oleh BPK RI menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan terkait dengan Dana Alokasi Khusus (DAK).
"Dalam Masa Sidang V Tahun Sidang 2020-2021, BAKN DPR RI melakukan penelaahan terkait dengan DAK dengan pertimbangan bahwa nilai DAK yang dianggarkan besar dan cenderung meningkat setiap tahunnya, dan mempunyai dampak yang luas terhadap masyarakat, serta masih banyak permasalahan yang diungkap dalam hasil pemeriksaan BPK RI, " ungkap Hendrawan saat memimpin Tim Kunjungan Kerja BAKN DPR RI ke Provinsi Sulawesi Selatan, Selasa (25/5/2021).
Ia menjelaskan, DAK merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Besaran DAK yang terdiri dari DAK Fisik dan Nonfisik ditetapkan setiap tahun dalam APBN untuk setiap provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia.
Dikatakannya, selama periode 2017-2020, anggaran DAK meningkat setiap tahunnya dari sebesar Rp173, 45 triliun pada tahun 2017 menjadi Rp202, 53 triliun pada 2020 dengan proporsi DAK fisik lebih kecil daripada DAK nonfisik setiap tahunnya. Dalam APBN 2021 DAK dialokasikan sebesar Rp196, 42 triliun dengan rincian yaitu DAK fisik sebesar Rp65, 25 triliun dan DAK Non Fisik Rp131, 18 triliun. Di sisi lain, realisasi DAK pada periode 2017-2019 selalu lebih rendah daripada anggarannya.
"Hasil pemeriksaan pada Pemerintah Pusat dan Daerah yang dilakukan setiap tahun oleh BPK RI menunjukkan, masih terdapat permasalahan terkait dengan DAK. Di antaranya terdapat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern Tahun Anggaran 2019 pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang menyebutkan bahwa pengelolaan rekening pemerintah belum optimal berdasarkan pengujian pada rekening Kasda serta rekening operasional OPD, termasuk rekening dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA/SMK/SLB, serta rekening penampungan DAK, diketahui masih terdapat beberapa permasalahan, " tuturnya.
Berdasarkan laporan realisasi dan pertanggungjawaban DAK Fisik, sambung Hendrawan, diketahui bahwa per 31 Desember 2019 masih terdapat sisa dana senilai Rp15, 401miliar. Sementara itu dalam laporan realisasi dan pertanggungjawaban DAK Non Fisik juga diketahui bahwa per 31 Desember 2019 masih terdapat sisa dana senilai Rp35, 154 miliar.
"LHP atas Sistem Pengendalian Intern pada Pemerintah Kabupaten Luwu Utara TA. 2019 terdapat temuan Lemahnya kontrol atas kas (tercampurnya dana dalam membiayai kegiatan) tercermin dari posisi saldo SiLPA yang defisit jika dibandingkan dengan saldo dana kas yang seharusnya dibatasi penggunaannya, " urainya.
Ia menambahkan, LHP atas Sistem Pengendalian Intern pada Pemerintah Kabupaten Takalar TA. 2019 terdapat temuan Realisasi Belanja atas Pekerjaan Peningkatan Jalan Beton yang Bersumber dari DAK Tidak Sesuai Ketentuan. Disamping itu, dalam LHP atas Sistem Pengendalian Intern pada Pemerintah Kabupaten Tana Toraja TA. 2019 terdapat beberapa temuan.
"Berdasarkan hal tersebut diatas, BAKN DPR RI perlu meminta masukan dari BPK RI terkait dengan permasalahan DAK di Sulawesi Selatan. Dengan masukan dari BPK RI tersebut diharapkan BAKN DPR RI mendapatkan informasi yang lengkap dan utuh dalam melakukan penelaahan, " kata Hendrawan.
Dalam kesempatan itu, Kepala Perwakilan BPK Sulsel Wahyu Priyono menyampaikan, beberapa temuan terkait DAK di Provinsi Sulawesi Selatan diantaranya yaitu kekurangan fisik pekerjaan, pekerjaan yang dilaksanakan dengan menggunakan dana DAK tidak dapat diselesaikan tepat waktu.
Selanjutnya, terdapat pekerjaan yang menggunakan DAK namun di luar dari yang telah dialokasikan sebelumnya, penggunaan dana BOS belum sesuai dengan tujuan dan sasaran pemanfaatan, sedangkan di bidang kesehatan untuk mendukung pelayanan dasar belum sepenuhnya tepat sasaran. (dep/es)